SISTEM PEWARISAN DAN PERSEBARAN TARI REJANG DEWA KARYA SUASTI WIJAYA MENUJU TARI MONUMENTAL
Abstract
RINGKASAN
Tari di Bali bukan hanya sekedar pertunjukan pariwisata namun menjadi budaya, karena dilakukan hampir pada setiap rangkaian kehidupan masyarakat Bali. Melalui budaya terbentuk cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Berbagai seni timbul karena kemampuan manusia untuk menggali pandangan yang tajam dari pengalaman hidupnya. Proses kreatif tersebut merupakan suatu tangkapan inderawi, perasaan apa yang dirasakan, eksplorasi pengamatan dan perasaan, hubungan imajinatif dari pengalaman yang tersimpan, yang akhirnya kemudian membentuk suatu kebudayaan yang melekat pada keseharian masyarakatnya. Tari Rejang Dewa merupakan tari wali yang hingga sekarang terus diwariskan pada generasi muda. Keberadaaan tari ini tidak pernah lekang oleh waktu, dan terus dipelajari oleh semua kalangan, sehingga tari Rejang Dewa dapat dikatakan sebagai tari monumental.
ABSTRACT
Dance in Bali is not just a tourism show but becomes a local culture, because it is performed in almost every series of Balinese people's lives. Through culture, a way of life is formed that develops and is owned by a person or group of people and is passed down from generation to generation. Various arts arise because of the ability of humans to explore the sharp insights of their life experiences. The creative process is a sensory capture, a feeling of what is felt, an exploration of observations and feelings, an imaginative relationship of stored experiences, which ultimately thenforms a culture that is attached to the daily life of its people. Rejang Dewa dance is a guardian dance which until now continues to be passed down to the younger generation. The existence of this dance has never been timeless, and continues to be studied by all groups. So that Rejang Dewa dance can be said to be a Monumentalism dance.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
DAFTAR SUMBER ACUAN
Dana, I. W. (n.d.). Tari: Penguat Identitas Budaya Bangsa. Hughes-Freeland, F. (2009). Komunitas Yang Mewujud: Tradisi Tari dan Perubahan di Jawa.
Wardani, N. P. A., Basri, L. O. A., & Wardani, A. K. (2018). Pewarisan Pada Masyarakat Bali Di Desa Puuroe Kecamatan Angata. LISANI: Jurnal Kelisanan Sastra Dan Budaya, 1, 87–92.
Mardimin, J. (1994). Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern. Kanisius Yogyakarta.
Ruastiti, N. M. (2010). Tourist Performing Arts: Balinese Arts-Based Creative Industry. Mudra Jurnal Seni Budaya, 25(3), 293–301. https://doi.org/10.31091/mudra.v25i3. 1567
Sahid, N. (2015). Semiotika Teater: Teori, Metode dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siegel, M. B. (1991). Liminality in Balinese Dance. TDR (1988-), 35(4), 84. https://doi.org/10.2307/1146165
Sudjiman, P., & Zoest, A. van. (1992). Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suharto, B. (1981). Tari Sebagai Seni di Lingkungan Akademi. ASTI Yogyakarta
Susanti, D. (2015). “Penerapan Metode Penciptaan Alma Hawkins Dalam Karya Tari Gundah Kancah”. Jurnal Ekspresi Seni, 17(1). https://doi.org/10.26887/ekse.v17i1.65
Yasa, I. K. (2018). “Angsel-Angsel dalam Gong Kebyar”. Mudra Jurnal Seni Budaya, 33(1), 85. https://doi.org/https://doi.org/10.31091/mudra.v33i1.324
DOI: https://doi.org/10.24821/joged.v24i1.15205
Refbacks
- There are currently no refbacks.
View My Stats