Eksistensi Kesenian Masyarakat Transmigran Di Kabupaten Pringsewu Lampung Studi Kasus Kesenian Kuda Kepang Turonggo Mudo Putro Wijoyo

Mutiara Dini Primastri

Abstract


Penelitian ini merupakan sebuah analisis deskriptif yang menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi untuk membedah tentang eksistensi kesenian masyarakat transmigran berupa kesenian kuda kepang di Kabupaten Pringsewu Lampung. Kesenian kuda kepang yang eksis di Kabupaten Pringsewu yaitu komunitas seni Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW).
Eksistensi adalah adanya sebuah keberadaan yang tidak hanya sebagai sesuatu yang “diam” akan tetapi menjadi sesuatu yang aktif dan memiliki peran di dalam lingkungannya. Melalui kajian sinkronik, kesenian kuda kepang TMPW tetap eksis saat ini karena memiliki fungsi sebagai seni pertunjukan yang menghibur (presentasi estetis), memuat nilai-nilai budaya, serta dapat menjadi identitas orang Jawa di Pringsewu. Kajian sinkronik didukung oleh kajian diakronik, yaitu kemunculan kesenian kuda kepang TMPW merupakan hasil dari rangkaian sejarah berupa eksistensi orang-orang yang bertransmigrasi di Pringsewu, melalui tahap eksistensi yaitu eksistensi estetis, etis dan religius.
Eksistensi kesenian kuda kepang TMPW tidak lepas dari faktor-faktor pendukungnya. Komunitas TMPW terus menunjukkan eksistensinya dengan melakukan inovasi pada segala aspek-aspek penunjang koreografi dengan menjaga otentisitas agar tidak hilang dan menjadi ciri khas. Sebuah seni pertunjukan bersifat stimulus bagi masyarakat tentu mendapatkan respons, berupa respons positif dan respons negative. 

 

 

This research is a descriptive analysis using sociology approach to analysed about art existence of transmigrant society, that is kuda kepang in Pringsewu Regency of Lampung. Kuda kepang that exist in Pringsewu is Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW) community.
Existence is the existence is not only as something "silent" but becomes something active and has a role in the environment. Synchronic studies, kuda kepang TMPW still exists because it has a function as an entertaining performing art (aesthetic presentation), contains cultural values, and can be a Javanese identity in Pringsewu. Synchronic studies are supported by diachronic studies, that is the emergence of kuda kepang TMPW is the result of a series of histories of the existence of people who transmigrated in Pringsewu, through the stage of existence of aesthetic, ethical and religious existence.
The existence of kuda kepang TMPW is not separated from the supporting factors. The TMPW community continues to show its existence by innovating on all aspects of choreography support and to be kept authenticity not lost and become characteristic. The performing arts have the character of stimulus for the society of course get the response, that is positive response and negative response.


Keywords


eksistensi, kuda kepang, transmigran.

Full Text:

PDF

References


A. Sumber Tercetak

Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensialisme. Rineka Cipta. Jakarta.

Hadi, Y. Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Pustaka. Yogyakarta.

___________. Cetakan II 2012. Koreografi Bentuk-Teknik-Isi.Cipta Media.Yogyakarta. ___________. Cetakan II 2016. Seni Pertunjukan Dan Masyarakat Penonton. Cipta Media. Yogyakarta.

Permas, Achsan, dkk. 2003. Manajemen Seni Pertunjukan. PPM. Jakarta.

Pratiwi Wulan Gustianingrum dan Idrus Affandi. 2016. “Memaknai Nilai Kesenian Kuda Renggong Dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah di Kabupaten Sumedang”. Journal Of Urban Society’s Art.Volume 3 Nomor 1.

Rekapitulasi Organisasi Seni Dan Budaya Tahun 2015 oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Pringsewu Lampung.

Sa, Sabaruddin. 2012. Sai Bumi Ruwa Jurai Lampung Pepadun dan Sai Batin. Buletin Way Lima Manjau. Jakarta.

Soedarsono, R.M. 1998. Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Sumaryono. 2011. Antropologi Tari Dalam Perspektif Indonesia. Badan Penerbit ISI Yogyakarta. Yogyakarta.

B. Nara Sumber

Eko Sunu Sutrisno, 55 tahun, kepala bidang pelayanan masyarakat Museum.

Wiwin Elawati, 33 tahun, perias tari.

Pujiyanto, 46 tahun, pelaku aktif kesenian kuda kepang Krida Budaya.

Catur Kurniasih, 37 tahun, guru.




DOI: https://doi.org/10.24821/joged.v8i2.1889

Article Metrics

Abstract view : 0 times
PDF - 0 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


View My Stats