Makna Hadrah dalam Prosesi Baharak pada Masyarakat Negeri Olok Gading Lampung
Abstract
Hadrah adalah musik yang mengiringi prosesi baharak (prosesi arak-arakan pengantin pada upacara pernikahan). Hadrah sebagai tanda yang berisi pengetahuan dan nilai, terus melahirkan interpretasi dalam mengonstruksi makna. Dengan kata lain, hadrah (sebagai material) bisa dibaca sebagai sebuah peristiwa bahasa atau gejala kebahasaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan etnografi sebagai metode pengumpulan data. Analisis tanda menggunakan teori semiotika dari Charles S. Peirce. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hadrah bagi masyarakat adat Lampung adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari pandangan masyarakat terhadap dunia natural (aspek sosial) dan supernatural (aspek religius). Hadrah dalam aspek sosial yakni mengatur bagaimana berperilaku berdasarkan norma adat dan norma dalam Islam, sedangkan dalam aspek religius, hadrah adalah upaya manusia dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui dzikir. Dengan kata lain, hadrah berisi pandangan hidup masyarakat dalam membentuk perilaku. Hadrah sebagai musik yang mengiringi prosesi baharak dalam gawi adat, memiliki makna bagi masyarakat Negeri Olok Gading sebagai sebuah simbolisasi dari perjalanan hidup manusia. Bahwa perjalanan hidup seorang Lampung harus diikuti oleh perubahan kualitas hidup (terkait pemenuhan kebutuhan lahir dan batin manusia). Hal ini menunjukkan bahwa hadrah sebagai kebudayaan masyarakat Negeri Olok Gading adalah materialisasi dari nilai dan pengetahuan yang mengandung dimensi religius sekaligus dimensi sosial.
Kata kunci: Hadrah, religius, sosial, dan makna
Hadrah is the music that accompanies the baharak procession (bridal procession at a wedding ceremony). Hadrah as a sign that contains knowledge and values, continues to give birth to interpretations in constructing meaning. In other words, hadrah (as material) can be read as a language event or linguistic symptom. This research uses a qualitative research method with ethnography as the data collection method. Sign analysis uses Charles S. Peirce's pragmatic semiotics theory. The results showed that hadrah for Lampung indigenous people is something that cannot be separated from the community's view of the natural world (social aspect) and supernatural (religious aspect). Hadrah in the social aspect is regulating how to behave based on customary norms and norms in Islam, while in the religious aspect, hadrah is a human effort to get closer to Allah through dhikr. In other words, hadrah contains the community's worldview in shaping behaviour. Hadrah, as the music that accompanies the baharak procession in the traditional gawi, has a meaning for the people of Negeri Olok Gading as a symbolisation of the journey of human life. The life journey of a Lampungese must be followed by changes in the quality of life (related to the fulfilment of human physical and spiritual needs). This shows that hadrah as a culture of the people of Negeri Olok Gading is a materialisation of values and knowledge that contains both religious and social dimensions.
Keywords: Hadrah, religious, social, and meaning.
Hadrahadalah musik yang mengiringi prosesibaharak(prosesi arak-arakanpengantinpadaupacarapernikahan).Hadrahsebagaitandayangberisipengetahuandannilai,terusmelahirkaninterpretasidalammengonstruksimakna.Dengankatalain,hadrah(sebagaimaterial)bisadibacasebagaisebuahperistiwabahasaataugejala kebahasaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif denganetnografisebagaimetodepengumpulandata.AnalisistandamenggunakanteorisemiotikadariCharlesS.Peirce.HasilpenelitianmenunjukkanbahwahadrahbagimasyarakatadatLampungadalahsesuatuyangtidakdapatdipisahkandaripandanganmasyarakatterhadapdunianatural(aspeksosial)dansupernatural(aspekreligius).HadrahdalamaspeksosialyaknimengaturbagaimanaberperilakuberdasarkannormaadatdannormadalamIslam,sedangkandalamaspekreligius,hadrahadalahupayamanusiadalammendekatkandirikepadaAllahmelaluidzikir.Dengankatalain,hadrahberisipandangan
Full Text:
PDFReferences
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2006. Strukturalisme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press.
Al-Faruqi, Ismail R. 1993. Islam dan Kebudayaan. Bandung: Penerbit Mizan.
Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. 2005. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Eco, Umberto. 1976. A Theory of Semiotics. London: Indiana University Press.
Fariani. 2017. Hadrah Kesenian Religi Masyarakat Melayu. edited by D. Adilin. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh.
Foucault, Michel. 1969. Michael Foucault Archaeology of Knowledge. Translated by A. M. Sheridan Smith. London and New York: Routledge.
Hidayatulloh, Nofriyan. 2021. “Gambus Tunggal Edi Pulampas di Pekon Banjar Negeri-Lampung.” Selonding 16(1):24–36. doi: 10.24821/sl.v16i1.5050.
Hoed, Benny H. 2014. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
Husin, Huzaini. 2022. “Implementasi Gelar Adat dalam Perkawinan Masyarakat Lampung Perspektif Sosiologi dan Antropologi.” At-Turas Jurnal Studi Keislaman 9(2):282–95. doi: http://doi.org/10.33650/at-turas.v9i2.4858.
Iswanto, Agus. 2015. “The Function of Art Tambourine to the Society in Lampung Fungsi Seni Hadrah pada Masyarakat Lampung.” Jurnal Bimas Islam 8(2):321–50.
Kanafi, Imam. 2020. Ilmu Tasawuf Penguatan Mental-Spiritual dan Akhlaq. Jawa Tengah: Penerbit NEM.
Loeb, Edwin M. 2019. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Malm, William P. 1967. Music Cultures of the Pasific, the Near East, and Asia. New Jersey: Prentice-Hall.
Martiara, Rina. 2012. Nilai dan Norma Budaya Lampung: dalam Sudut Pandang Strukturalisme. Yogyakarta: Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta Departemen Pendidikan Nasional.
Muhadi, Agus S. &. Arsana Ig. N. 2004. Diskripsi Musik Butabuh. Bandar Lampung: Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan UPTD Taman Budaya Provinsi Lampung.
Ricoeur, Paul. 1981. Hermeneutics and the Human Sciences. Cambridge: Cambridge University Press.
Simatupang, Lono. 2013. Pergelaran Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Yogyakarta: Jalasutra.
Sinaga, Risma. M, Rachmedita, Valensy & Siregar, Erimson. 2021. Tradisi Butattah Upacara Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Lampung Saibatin di Kabupaten Tanggamus. Bandar Lampung: Pusaka Media.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Spradley, James. P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Supanggah, Rahayu, ed. 1995. Seri Bacaan Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Suteja. 2016. Tasawuf Lokal Mencari Akar Tradisi Sufisme Lokal Cirebon. Cirebon: Cirebon Publishing.
Suwondo, Bambang. 1978. Adat Istiadat Daerah Lampung. Lampung: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Syukur, M. Amin. 2012. Tasawuf Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yulindra, M. Alif Dilyan. 2020. “Refleksi Makna Latifah dalam Dzikir Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada Pondok Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Azzainiyyah, Kabupaten Sukabumi Muhammad.” Prosiding 6(1):96–112.
Zahri, Mustafa. 2007. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
DOI: https://doi.org/10.24821/resital.v25i2.11904
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.