Cendayam: Interpretasi Cengkok Ayu Kuning dalam Komposisi Karawitan
Abstract
Abstrak
Musik karawitan Jawa mengenal istilah cengkok. Cengkok adalah abstrak yang tidak terdengar maupun terwujud sedangkan cengkok yang terwujud dinamakan wiled. Cengkok yang berasal dari nada vokal salah satunya adalah Ayu Kuning. Cengkok Ayu Kuning memiliki lagu yang menonjol seperti nada lagu tinggi kemudian ke rendah. Cengkok ini memiliki ciri khas tersendiri pada garap sindhen, gender, maupun rebab dibanding cengkok lain. Penelitian ini mengunakan metode Practice as Research through Performance (praktik sebagai penelitian melalui pertunjukan) yang terdiri dari pragarap (observasi, studi pustaka, analisis sumber terkait, wawancara, diskografi, konteks musikal), garap (instrumentasi musikal, tafsir garap, presentasi musikal), dan pascagarap. Karya ini juga menggunakan medium tradisi dan idiom baru. Penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan dan memaknai cengkok Ayu Kuning dalam karya komposisi karawitan. Karya komposisi “Cendayam” yang diciptakan merupakan karya komposisi karawitan yang mengambil subtansi dasar karawitan tradisi sebagai ide dasar dan konsep penciptaan karya. Karya ini menginterpretasikan dan mengembangkan cengkok Ayu Kuning sebagai tema penciptaan dan menggunakan pola garap kreasi baru dengan mengolah aspek harmoni dan unsur-unsur dalam musik seperti melodi, ritme, dan dinamika. Cengkok Ayu Kuning juga dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dasar cengkok Ayu Kuning yang biasa digunakan dalam karawitan dan pemaknaan dari epistimologi kata Ayu Kuning.
Kata kunci : cengkok, Ayu Kuning, wanita, pengembangan, pemaknaan, interpretasi
Abstract
Javanese karawitan music has cengkok term. Cengkok is an abstract that is neither heard nor manifested while the manifested one is called "wiled." Cengkok comes from a vocal tone, one of which is Ayu Kuning. Cengkok Ayu Kuning has a unique song with a high and then a low tune. This cengkok has its characteristics in working on sindhen, gender, and fiddle compared to other cengkok. This study uses the Practice as Research through Performance method which consists of pragarap (observation, literature study, analysis of related sources, interviews, discography, musical context), garap (musical instrumentation, interpretation of garap, musical presentation), and pascagarap. This work also uses the medium of tradition and new idioms. This study aims to interpret and interpret the cengkok Ayu Kuning in musical composition works. The compositional work "Cendayam" is a musical composition work that takes the basic substance of traditional music as the basic idea and concept of creating the work. This work interprets and develops the Ayu Kuning cengkok as the theme of creation and uses a new creation work pattern by processing aspects of harmony and elements in music such as melody, rhythm, and dynamics. Cengkok Ayu Kuning is also seen from two points of view, namely the basis of the Cengkok Ayu Kuning which is commonly used in karawitan, and the meaning of the epistemology of the word Ayu Kuning.
Keywords : cengkok, Ayu Kuning, women, develompment, meaning, interpretation
Full Text:
PDFReferences
Amir, F. (2016). Slenco: Sebuah Komposisi Karawitan [Undergraduate Thesis, Institut Seni Indonesia Yogyakarta]. Institut Seni Indonesia Yogyakarta Institutional Repository. http://digilib.isi.ac.id/1922/.
Antaka, P. (2021). Cengkok Genderan Dualolo Sebagai Sumber Ide Penciptaan Komposisi Musik “Fantasia From Dualolo” Karya Purwa Askanta. Kêtêg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi, (21)1. https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/keteg/article/view/3779.
Prier K. E. (1996). Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Kershaw, B. (2009). Practice as Research through Performance. In E. H. Smith & R. T. Dean (Eds.), Practice-led Research. Edinburgh University Press.
Kurniawan, S. (2018). Njereng Senggreng. Undergraduate Thesis, Institut Seni Indonesia Surakarta]. Institut Seni Indonesia Surakarta Institutional Repository. http://repository.isi-ska.ac.id/2952/.
Martopangrawit. (1975). Pengetahuan Karawitan I. surakarta: ASKI Surakarta.
Purwanto, J. (2012). Beberapa Unsur Pembentuk Estetika Karawitan Jawa Gaya Surakarta. Gelar: Jurnal Seni Budaya, 10(1). https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/1371
Salim, A. (2010). Adaptasi Pola Ritme Dangdut pada Ansambel Perkusi. Resital, 11(2). https://doi.org/10.24821/resital.v11i2.505
Soemarsam. (1971). Tjengkok Genderan. Surakarta: ASKI Surakarta.
Suneko, A. (2016). Pyang Pyung : Sebuah Komposisi Karawitan. Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 17 (1). https://doi.org/10.24821/resital.v17i1.1690
Supanggah, R. (2009). Bothekan Karawitan II: Garap. Surakarta: ISI Press Surakarta.
Waridi. (2005). Menimbang Pendekatan Pengkajian Dan Penciptaan Musik Nusantara. Surakarta: STSI Press.
DOI: https://doi.org/10.24821/ekp.v7i1.7075
Article Metrics
Abstract view : 375 timesPDF - 330 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.