Kesenian Bantengan Malang: Memahami Makna Simbolis sebagai Kajian Budaya Lokal
Abstract
Kota Malang merupakan kota yang terkenal dengan kota pendidikan, pariwisata, maupun kebudayaan yang beragam. Salah satu kebudayaan yang saat ini berkembang di kota Malang adalah kesenian pertunjukan Bantengan. Seni pertunjukan ini pada umumnya menggabungkan seni musik gamelan dan tarian silat yang memiliki makna simbolik dan biasanya diakhiri dengan kesurupan (trance). Saat ini, masyarakat di daerah Kidal Tumpang Kabupaten Malang dihebohkan dengan adanya eksistensi Kesenian Bantengan di mana banyak sanggar yang mempertontonkan pertunjukan ini sehingga banyak pertunjukan yang berkreasi dan meninggalkan aturan yang ada. Berdasarkan persoalan tersebut penulis memiliki tujuan untuk melestarikan budaya lokal dengan mengkaji makna simbolik yang ada dalam kesenian ini dengan upaya mempertahankan aturan yang ada sehingga kesenian ini tetap sakral dan terjaga. Untuk terwujudnya tujuan tersebut maka penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui sumber primer observasi wawancara dan sekunder melalui media cetak maupun online. Penulis juga menggunakan metode pendekatan semiotika oleh C.S Pierce. Makna simbolik yang ada meliputi simbol-simbol dari atribut utama yakni topeng kepala banteng sampai prosesi puncaknya yakni kesurupan (keranjingan). Simbol tersebut memiliki makna utama yakni sebagai sarana pengajaran nilai moral dan spiritual bagi masyarakat yang perlu diketahui dan diteladani.
The Bantengan Performance in Malang: Interpreting Symbolic Meanings in the Context of Local Cultural Studies
ABSTRACT
Malang is a city known for its diverse education, tourism and culture. One of the cultures that is currently developing in Malang is the Bantengan performance art. According to this performance art generally combines gamelan music and martial arts dances that have symbolic meanings and usually end with trance. Currently, the community in the Kidal Tumpang area of Malang Regency is excited by the existence of Bantengan art where there are so many studios that perform this performance that many performances are creative and leave the existing rules. Based on this problem, the author aims to preserve local culture by examining the symbolic meaning in this art with an effort to maintain existing rules so that this art remains sacred and maintained. To realize this goal, the author uses a descriptive skin approach method through primary sources of observation interviews and secondary through print and online media. The author also uses the semiotic approach method by C.S Pierce. The existing symbolic meaning includes symbols from the main attribute, namely the bull's head mask to the peak procession, namely trance (keranjingan). The simbol has the main meaning as a means of teaching moral and spiritual values for the community that need to be known and emulated.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Anjayani, N. A. (2020). Kesenian jaranan dan bantengan di pemukiman muslim kabupaten Kediri. Qurthuba: The Journal of History and Islamic Civilization, 3(2), 165–189.
https://doi.org/https://doi.org/10.15642/qurthuba.2020.3.2.165-189
Desprianto, R. D. (2013). Kesenian bantengan Mojokerto kajian makna simbolik dan nilai moral. Avatara: Jurnal Pendidikan Sejarah, 1(1), 150–163. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/1132
Faris, A., Khoyyum, A., Thoriqoh, I. U., & Nisak, L. (2017). Seni tradisional bantengan di dusun Boro Panggungrejo Gondanglegi Malang: Sebuah Kajian Etnografi. Jurnal Penelitian Ilmiah INTAJ, 1(1), 49–76. https://doi.org/https://doi.org/10.35897/intaj.v1i1.60
Gusmail, S. (2018). Properti tari waktu dalam lipatan: Analisis semiotika melalui pendekatan Charles Sanders Peirce. Puitika, 14(1), 14–24. https://doi.org/https://doi.org/10.25077/puitika.14.1.14--24.2018
Hermiawan, N. (2013). Jejak-jejak mistik di balik kesenian bantengan Malang. Perspektif: Jurnal Agama Dan Kebudayaan, 8(2), 141–163. https://doi.org/https://doi.org/10.69621/jpf.v8i2.40
Hidajat, R. (2009). Jejak – jejak seni tari etnik Jawa Timur. Gading Publishing.
Hidayatullah, R., & Bulan, I. (2017). Transformasi tari bedana tradisi menjadi tari bedana kreasi. AKSARA Jurnal Bahasa Dan Sastra, 18(2), 178–197. http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/aksara
Istiwianah, W. (2017). Tari bantengan dalam upacara tolak balak di kabupaten Mojokerto. Seminar Nasional Seni Dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni Dan Desain,” 151–157. https://www.neliti.com/id/publications/196072/tari-bantengan-dalam-upacara-tolak-balak-di-kabupaten-mojokerto
Kumoro, N. B. (2021). Pariwisata dan budaya bunga rampai kanjian antropologi kepariwisataan di Jawa Timur. UB Press.
Kusdewanti, A. I., Setiawan, A. R., Kamayanti, A., & Mulawarman, A. D. (2014). Akuntansi Bantengan: Perlawanan akuntansi Indonesia melalui metafora bantengan dan topeng Malang. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 5(1), 149–169. https://doi.org/https://dx.doi.org/10.18202/jamal.2014.04.5013
Manalu, N. A., Sucipto, F. D., & Ocktarizka, T. (2020). Seni tari sebagai metode pembinaan di lapas kota Jantho Aceh Besar. INVENSI: Jurnal Penciptaan Dan Pengkajian Seni, 5(1), 17–25.
https://doi.org/https://doi.org/10.24821/invensi.v1i1.3429
Nastiti, K. L., & Kewuel, H. K. (2019). Bantengan: Antara kepercayaan Islam dan kepercayaan lokal. https://doi.org/DOI 10.17605/OSF.IO/MF57C
Prastowo, A., & Sandra, M. (2016). Metode penelitian kualitatif dalam perspektif rancangan penelitian. Ar-Ruzz Media.
Rahmah, U. S., Sujinah, & Affandy, A. N. (2020). Analisis semiotika Pierce pada pertunjukan tari Dhânggâ Madura. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 13(2), 203–215. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.12962%2Fj24433527.v13i2.7891
Teguh Budiarto, M., & Setianingsih, R. (2019). Ethnomatematika budaya Jawa Timur. Zifatama Jawara.
Umbar, K. (2015). Kajian semiotika C.S. Pierce dalam kesenian bantengan (upaya revitalisasi nilai-nilai kesenian daerah Malang). Konferensi Internasional Bahasa, Sastra, Dan Budaya Daerah Indonesia, 282–291. https://repository.unesa.ac.id/sysop/files/2022-11-30_Prosiding 8_Surana.pdf
Utami, M. A., & Cindrakasih, R. R. (2023). Struktural functionalism sebagai proses transmisi kesenian bantengan kota Batu. Jurnal Komunikasi Nusantara, 5(2), 284–293. https://doi.org/https://doi.org/10.33366/jkn.v5i2.400
Wibowo, D. E., Marpaung, M. R., Hartono, R., Cahyanti, W. M., & Tie, A. W. (2020). Studi gaya tari Inai pada Sanggar Sri Kemuning, Panggak Laut, Lingga dalam perspektif antropologi tari. INVENSI: Jurnal Penciptaan Dan Pengkajian Seni, 5(1), 27–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.24821/invensi.v1i1.3464
Yohana, F. M. (2021). Mural sebagai media penyampai pesan sosial bagi masyarakat dalam perspektif semiotika Charles Sanders Pierce. Gandiwa: Jurnal Komunikasi, 1(2), 60–74.
https://doi.org/https://doi.org/10.30998/g.v1i2.886
Yunus, P. P., & Muhaemin, M. (2022). Semiotika dalam metode analisis karya seni rupa. Jurnal Sasak Desain Visual Dan Komunikasi, 4(1), 29–36. https://doi.org/https://doi.org/10.30812/sasak.v4i1.1905
DOI: https://doi.org/10.24821/invensi.v10i1.14249
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 Dinda Nastiti Wahyuningtyas, Arif Suharson

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Editorial Address:
Graduate School of the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta
Jalan Suryodiningratan 8 Yogyakarta 55143, Indonesia
Telp./Fax: 0274 419791
email : jurnal.invensi@isi.ac.id

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
View my stat Visitors