Keistimewaan Wanita Minangkabau dalam Karya Seni Lukis “Alua Tataruang Patah Tigo, Samuik Tapijak Indak Mati”
Abstract
Tujuan penciptaan ini yaitu menyampaikan bahwa istimewanya kedudukan wanita Minang dalam garis keturunan ibu (matrilineal) melalui ungkapan “alua tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati.” Ungkapan ini merupakan bentuk arti kekuatan dan kelembutan wanita Minang. Hal ini menjadikan ide dalam penciptaan karya seni yang dihadirkan. Kedudukan wanita Minang di Minangkabau sangat dihargai peranannya dalam suatu kaum. Bundo Kanduang merupakan wanita yang dituakan di suatu kaum yang paham dengan peraturan, nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau. Bundo kanduang juga mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan yang dibuat dalam suatu kaum. Nilai adat budaya Minangkabau juga mengalami pergeseran-pergeseran. Hal ini tidak hanya terjadi di luar Minangkabau saja namun juga terjadi di dalam adat itu sendiri. Adapun realitas perkembangan adat Minangkabau hari ini menjadikan ide dalam karya penciptakaan dalam bentuk karya seni lukis dua dimensional figuratif dengan menggunakan teknik impasto. Dalam proses penciptaan penulis menggunakan metode David Campbell karena sesuai dengan proses penciptaan yang penulis lakukan. Bentuk karya yang penulis hadirkan yaitu representasional dengan menghasilkan enam karya, pada keenam karya ini figur wanita menjadikan objek utamanya. Pada enam karya ini penulis mencoba mengekspresikan kedudukan wanita Minangkabau melalui karya seni lukis.
Privileges of Minangkabau Women in Painting (“Alua Tata Ruang Patah Tigo, Samuik Tapijak Indak Mati”)
ABSTRACT
The purpose of this creation is to convey the special position of Minang women in the maternal lineage (matrilineal) through the expression alua tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati". This expression is a form of meaning of Minang strength and tenderness. woman. This makes the idea in the creation of the artwork presented. The position of Minang women in Minangkabau is highly valued because of their role in society. Bundo Kanduang is an old woman in the community who understands the rules, customary values and Minangkabau culture. Bundo kanduang also has a very important role in determining decisions or regulations made within a clan. Minangkabau cultural customary values have also experienced a shift. This is not only happening outside Minangkabau but also within the adat itself. As for the reality of the current development of Minangkabau adat, the idea in creating works is in the form of two-dimensional figurative paintings using the impasto technique. In the creation process the author uses David Campbell method because it is in accordance with the creation process that the author is doing. The form of work presented by the author is representational in nature by producing six works, in these six works the female figure is the main object. In these six works, the author tries to express the position of Minangkabau women through painting.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Campbell, D. (2017). Mengembangkan kreativitas; disadur oleh A.M. Mangunhardjana. Kanisius.
Graves, E. E. (2007). Asal-usul elite Minangkabau modern: Respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX. Yayasan Obor Indonesia.
Irawaty, & Darojat, Z. (2019). Kedudukan dan peran perempuan dalam perspektif Islam dan adat Minangkabau. Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, 3(1), 59–76. https://doi.org/http://doi.org/10.21009/003.1.04
Juwariyah, A., & Asteria, P. V. (2015). Konstelasi kebudayaan Indonesia 1. Bintang Surabaya.
Kartika, D. S. (2007). Estetika. Rekayasa Sains.
Kartono, K. (2006). Psikologi wanita 1: Mengenal gadis remaja & wanita dewasa. Mandar Maju.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar ilmu antropologi. Rineka Cipta. http://digilib.isi.ac.id/7125/2/bab 1.pdf
Mahardi, D. (2019). Kembalikan marwah Minangkabau. Gramedia Pustaka Utama.
Marianto, M. D. (2019). Seni dan Daya Hidup dalam Perspektif Quantum. Scritto Books Publisher.
Sachari, A. (2002). Estetika: Makna, simbol dan daya. ITB.
Salleh, A. R. (2015). Diaspora: Adat dan kekerabatan alam Minangkabau - Sebuah kepelbagaian kajian pemikiran. Kemala Indonesia.
Sp, S. (2006). Trilogi seni: Penciptaan, eksistensi, dan kegunaan seni. Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Supangkat, J., & Zaelani, R. A. (2006). Ikatan silang budaya: Seni serat Biranul Anas. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Tilaar, M. (1999). Kecantikan perempuan timur. Indonesia Tera.
Valentina, T. R., & Putera, R. E. (2007). Posisi Perempuan Etnis Minangkabau dalam Dunia Patriarki di Sumatera Barat dalam Perspektif Agama , Keluarga dan Budaya. In Demokrasi: Vol. VI (Issue 2, pp. 1–19).
Yanti, W. (2014). Memahami peranan perempuan suku Minang perantauan dalam menjaga dan meneruskan komunikasi budaya matrilineal. Jurnal The Messenger-Cultural Studies, IMC, and Media, 6(2), 29–36. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/themessenger.v6i2.191
DOI: https://doi.org/10.24821/invensi.v8i2.8280
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2023 Norma Fauza
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Editorial Address:
Graduate School of the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta
Jalan Suryodiningratan 8 Yogyakarta 55143, Indonesia
Telp./Fax: 0274 419791
email : jurnal.invensi@isi.ac.id
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
View my stat Visitors