The Transcendence of The Worship of Ratu Hyang Tumuwuh Behind a Series of Sesolahan Rêjang Kuno Pura Luhur Batukau

Ni Wayan Widiantari, I Wayan Suka Yasa, I Wayan Winaja

Abstract


This article presents the results of a cultural reflection conducted over the past four years (October 2021 to early 2025) through research on Sesolahan Rêjang Kuno at Pura Luhur Batukau. Employing the epoche phase of Husserlian phenomenological methodology alongside the sahådaya–sahådayasamvàda approach derived from the Nāṭyaśāstra's rasa theory, qualitative data were systematically collected, analyzed, and validated through triangulation techniques. The study identifies factors facilitating transcendental experiences, outlines the processes by which transcendence occurs, examines its psychological impact on the dancers, and explores the theological frameworks of the supporting community and the cosmological context of Pura Luhur Batukau. Findings indicate that this transcendental potential remains largely unrecognized by both dancers and the community, as the performance of the Rêjang dance tends to be oriented primarily toward fulfilling ceremonial completeness (jangkep). This study therefore serves not only as a source of insight but also as a proposed solution for enhancing collective energy toward transcendence. More broadly, it offers a framework for the revitalization of ancient Sesolahan traditions in other regions and provides conceptual inspiration for the development of modern agricultural technologies grounded in traditional and even ancient agrarian civilizations, such as that flourishing on the southern slopes of Mount Batukau.

Transendensi Pemujaan Ratu Hyang Tumuwuh di Balik Rangkaian Sesolahan Rêjang Kuno Pura Luhur Batukau

Abstrak
Artikel ini merupakan hasil refleksi budaya setelah empat tahun terakhir (Oktober 2021, sampai awal 2025) melakukan penelitian terhadap Sesolahan Rêjang Kuno Pura Luhur Batukau. Didukung penerapan tahapan epoche teori fenomenologi Husserlian dan metode sahådaya-sahådayasamvàda teori rasa Nāṭyaśāstra, diperoleh data-data kualitatif yang di analisis secara verstehen, kemudian diuji validitasnya melalui trianggulasi data berdasarkan waktu dan sumber data. Kesimpulan bermakna menarasikan tentang; faktor-faktor pendukung terjadinya transendensi, proses terjadinya, berikut dampak transendensi terhadap kondisi psikologis penari, prinsip teologis masyarakat pendukungnya, dan kondisi kosmologis Pura Luhur Batukau. Selama ini potensi tersebut belum disadari sepenuhnya oleh para penari maupun masyarakat pendukungnya, sehingga pelaksanaan setiap Rêjang lebih terkonsentrasi pada tuntas atau ‘jangkep’nya upacara. Oleh sebab itu, temuan ini menjadi informasi sekaligus solusi bagi peningkatan energi kolektif atas proses transendensi. Pada ruang lingkup lebih luas, dapat memotivasi pelestarian Sesolahan kuno di daerah lain, juga inspirasi bagi perkembangan teknologi agraris moderen berbasis peradaban agraris tradisional bahkan kuno, seperti peradaban agraris pegunungan di lereng selatan Gunung Batukau.

Keywords


transcendence, worship, Ratu Hyang Tumuwuh, the series of sesolahan Rêjang Kuno Pura Luhur Batukau | transendensi, pemujaan, Ratu Hyang Tumuwuh, rangkaian sesolahan Rêjang Kuno Pura Luhur Batukau

Full Text:

PDF

References


Agus Purwoko. (2013). Gunungan: Nilai-nilai filsafat Jawa/Agus Purwoko. Graha Ilmu.

Bandem, I Made dan DeBoer, F. E. (2004). Kaja dan Kelod: Tarian Bali dalam tradisi. BP ISI Yogyakarta.

Carroll, S. (2021). Yang jauh tersembunyi. PT Grafika Mardi Yuana.

Dana, I. W., Alfirafindra, R., & Anggraeni, A. (2023). The philosophical values of Rejang Dayung as an ancient dance inherited from Pura Luhur Batukau, Tabanan, Bali. Gelar : Jurnal Seni Budaya, 21(2), 152–161. https://doi.org/10.33153/glr.v21i2.5355

Karja, I. W. (2020). Visualisasi warna Pangider Bhuwana dalam seni lukis kontemporer. UNHI PRESS.

Keene, M. (2014). Agama-agama dunia. Penerbit Kanisius.

Muni, B., & Ghosh, M. (1961). The Nāṭyasāstra: a treatise on ancient Indian dramaturgy and histrionics, ascribed to Bharata Muni: Vol. 1. Manisha Granthalaya.

Oktaviani, N. M. A. D., & Rudiarta, I. W. (2023). Siwa Nataraja sebagai landasan filosofis dalam penciptaan karya seni tari. Widya Sundaram: Jurnal Pendidikan Seni Dan Budaya, 1(1), 71–84.

https://doi.org/10.53977/jws.v1i1.1038

Satyani, I. A. W. A., & Gunarta, I. W. A. (2018). Rejang di pura Balang Tamak, warisan budaya desa Nongan. Segara Widya: Jurnal Penelitian Seni, 6(1). https://doi.org/10.31091/sw.v6i1.354

Siaran, T. K. S. T. K., & Kebudayaan, D. K. D. (1998). Khazanah budaya nusantara IX. Histokultura.

Siswanto, dkk, J. (2017). Bereksistensi dalam transendensi menurut pemikiran Karl Jaspers. Diskursus - Jurnal Filsafat Dan Teologi Stf Driyarkara, 16(2), 158–187. https://doi.org/10.26551/diskursus.v16i2.61

Sugiarta, N. L. P. W. A. dan I. M. (2020). Nilai pendidikan pada tari Rejang Pamendak di Pura Luhur Batukau. Widyanatya, 2(46), 8.

Suryajaya, M. (2016). Sejarah estetika: Dari klasik sampai kontemporer. Gang Kabel & Indie Book Corner.

Susanta, I. N. (2017). Makna dan konsep arsitektur tradisional Bali dan aplikasinya dalam arsitektur Bali masa kini. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 4(2), 200–212.

https://doi.org/10.24843/JRS.2017.v04.i02.p08

Utama, I. W. B. (Ed.). (2016). Perempuan dan kesuburan. Pustaka Ekspresi.

Varela, P. (2021). Transcendence – Trance ‘N Dance (Performance). https://doi.org/10.14236/ewic/pom2021.14

Vatsyayan, K. (2003). Bharata, the Nāṭyaśāstra. Sahitya Akademi.

Wirawan, I. B. (2012). Teori-teori sosial dalam tiga paradigma (fakta sosial, definisi, dan perilaku sosial). Kencana.




DOI: https://doi.org/10.24821/ijcas.v12i1.14982

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Visitors