Kemajuan Teknologi dan Siasat untuk Berkembang
Abstract
Art education organized by the Faculty of Visual Art
of ISI Yogyakarta is related to the dynamic of the art
development in the visual art practitioners’ networking
in both national and global level. The students enrich
their knowledge and experience from inside as well as
outside the campus by employing various strategies.
Within this process, at many times the effort in achieving
an artistic convention crashes with the artistic creativity
that develops along with the world improvement. Market
undeniably has to be considered in assisting the students
to be ‘mature’ artists. It is also a must that art interacts
with other fields of science. Technology will hold an
important position as new learning resources in the
education of art.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Suminto A.Sayuti , Situasi Mutahir dan Imperatif
Pendidikan Seni Kita, Makalah seminar di Jurusan
Seni Murni FSR ISI Yogyakarta, 26 Juni 2004
Sumartono (2003), “Politik Wacana dan Seni
Rupa” dalam Politik dan gender, aspek-aspek Seni
Visual Indonesia, Yayasan Cemeti, Yogyakarta.
p.48
Rusdiarti, Piella suma (2003)” Bahasa
Pertarungan Simbolik dan kekuasaan”, terj.
Haryatmoko, dalam Basis, No. 11-12 , Yogyakarta.
Lebih lanjut lihat, Sumartono (2000), “Peran
Kekuasaan Dalam Seni Rupa Kontemporer
Yogyakarta” dalam Outlet terbitan Yayasan
Cemeti, Yogyakarta.
Lihat lebih lanjut dalam Hauser, A, The Sociology of
Art. Terj. Kj Northhoot. London: Routledge &
Keegan Paul, Ltd., 1974, Masyarakat terdiri dari
lapisan-lapisan sosial yang kalau di pilah secara
materiil, terdiri dari masyarakat mampu dan tidak
mampu. Pembagian ini jika dikritisi terlihat karya
seni yang dihasilkan punya banyak perbedaan
(tidak sama).
Lebih lanjut dikatakan sikap kritis ini tidak
mudah karena ada sedikitnya tiga persyaratan:
Adanya keberanian berbeda pendapat. 2.
Adanya kemampuan mendalami berbagai
macam pengetahuan praktis seni rupa. 3. Adanya
kemampuan menerapkan berbagai macam
metode pendekatan atau metode penelitian dalam
seni rupa. Sumartono, loc.cit p.50
Bourdieu, Piere (1991) Langguage and Symbolic
Power, terj. Gino Raymond. Cambridge:Polity
Press, p. 164
Barry, Syamsul (2008) Pendidikan Seni vis a-vis
Kebebasan Berekspresi : Melihat-lihat masa depan Seni
rupa, Makalah seminar Nasional Masa depan
Pendidikan Seni Rupa, FSR IKJ Jakarta.
Lebih lanjut lihat Spindler, L.(1977), Culture
Change and Modernization;Mini Models and Case
Studies. Illonois: Haveland Press, Inc., pp 85-87.
Selanjutnya Goenawan Mohamad mengatakan:
…pasar adalah kegaduhan dan orang banyak,
arena dimana orang yang pandai berperan
seni –sang “aktor”- menjadi amat penting. Di
tempat ramai ini individu pun terancam kelimun,
“orang-orang kecil” jadi pencemburu, tetangga
kita menggrogoti kemandirian kita dan dengan
antusias mereka menyibukan kemegahan.
Goenawan Mohamad, Zarathustha di Tengan
Pasar, Jurnal Kebudayaan Kalam 7, 1996, pp.110-111
Through the viels of post-cold war ideology
and the new world information order, power
is supposedly dispersed and decenteralized,
allowing for an unprecedented free play of
pluralism and heterogeneity. But global television
and information technologies have effectively
restructured a new pattern of geopolitical
domination based not on wealyh but on acces
in transition, Lihat: Apinan Poshyandha, Roaring
Tiger, Disperated dragons in transition Katalog
pameran : Tradition and Tension. Contemporary
Art in Asia, Asia Society Galleries, New York,
p. 25
Agung Hujatnika dkk, 2008. Tinjauan Terhadap
Praksis New Media Art Dalam Lingkaran Seni
Rupa Internasional Dalam Kurun Tahun 2000-2005
dan Identifikasi Landasan Teoritiknya Sebagai Bahan
Penyusunan dan Pengenbangan Kurikulum Inter-Media
di FSRD ITB, Penelitian Riset IT
DOI: https://doi.org/10.24821/ars.v1i12.2811
Article Metrics
Abstract view : 0 timesPDF - 0 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
visitor visitor